Avesiar – Jakarta
Menemani orang lain yang belum shalat sehingga menjadikan shalatnya orang yang tertinggal tersebut berjemaah dengan Anda, memiliki hukum tersendiri. Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, nu.or.id, Senin (2/1/2023), disebutkan bahwa dalam fiqih Islam kasus mengulang shalat karena menemani orang lain yang belum shalat masuk pada pembahasan shalat i’adah atau shalat yang diulang.
Mengenai hukumnya, adalah sunna. Hal ini berdasarkan riwayat hadits dari Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Peristiwa mengulang shalat jemaah di masa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.
Suatu ketika di zaman Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. ada orang yang tertinggal shalat berjemaah di masjid. Saat ia datang jemaah telah usai. Lalu Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya kepada jemaah, adakah yang bersedia menemani shalat orang yang terlambat itu? Akhirnya ada salah satu jemaah bersedia dan shalat bersamanya.
Ini adalah riwayat lengkap dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri:
“Sungguh ada seorang lelaki datang (ke masjid), sementara Rasullah Shallallahu Alaihi Wasallam (dan para jemaah) telah selesai shalat. Lalu Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bertanya: ‘Siapa yang mau bersedekah pada orang ini?’ Lalu ada seorang jemaah yang berdiri dan shalat bersamanya.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Ia berkata: “Ini hadits hasan.”).
Dalam riwayat Imam Al-Baihaqi terdapat informasi, jemaah yang bersedia menemani shalat tersebut adalah sahabat Abu Bakar As-Shiddiq.
“Dan diriwayatkan dari Al-Hasan, dari Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. dengan status hadits mursal berkaitan riwayat Abu Sa’id Al-Khudri ini: “Kemudian Abu Bakar ra berdiri lalu shalat bersama orang tersebut, padahal ia telah shalat berjemaah bersama Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam.” (HR Al-Baihaqi).
Hukum mengulang shalat karena menemani orang lain
Menjelaskan hadits tersebut secara lugas Imam An-Nawawi mengatakan bahwa dalam hadits itu terdapat petunjuk atas kesunahan mengulangi shalat secara berjemaah bagi orang yang sebenarnya sudah melakukannya secara berjemaah pula. Meskipun jemaah yang kedua lebih sedikit daripada jemaah yang pertama. (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, juz IV, halaman 221-222).
Dalam hadits disebutkan orang yang menemani jemaahnya sebagai orang yang bersedekah. Menurut Syekh Muhammad Syamsul Haq karena ia membuat temannya bisa mendapatkan pahala jemaah, seolah-olah ia telah bersedekah kepadanya.
Sementara menurut pakar hadits asal kota Kufah Irak, Syekh Al-Muzhhir, Muzhhiruddin Az-Zaidani (wafat 727 H), karena ia benar-benar telah bersedekah 26 pahala kepada orang yang ditemani shalat tersebut.
Sebab andaikan ia shalat sendirian, maka hanya akan mendapatkan satu pahala. (Muhammad Syamsul Haq Al-‘Azhim, ‘Aunul Ma’bud, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 1415 H], juz II, halaman 198).
Hal ini juga berlaku untuk shalat 5 waktu. Wallahua’lam. (dwi)
Discussion about this post