Avesiar – Jakarta
Kewajiban zakat bagi setiap Muslim dengan syarat tertentu adalah bagian dari syariat yang dimaksudkan demi mensejahterakan umat. Sebagai rukun Islam ke-3, zakat merupakan salah satu unsur dalam tegaknya syariat Islam.
Sebagai seorang Muslim, perlu diketahui sejarah disyariatkannya zakat dalam kehidupan Islam. Dikutip dari laman Majelis Ulama Indonesia, Sabtu (15/4/2023), zakat adalah ibadah maliyyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan menentukan. Baik dilihat dari ajaran Islam, maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.
Dalam sejarah perkembangan Islam, telah terbukti bahwa zakat menjadi sumber penerimaan Negara dan berperan sangat penting sebagai syiar agama Islam, pengembangan pendidikan, budaya, ilmu pengetahuan hingga kesejahteraan sosial.
Zakat artinya apa?
Mengutip dari Lisân al-‘Arab, secara bahasa zakat berarti suci, tumbuh, berkah, dan terpuji. Sedangkan merujuk pada istilah yang termaktub dalam kitab Fathul Qarib. zakat nama bagi suatu harta tertentu menurut cara-cara yang tertentu, kemudian diberikan kepada sekelompok orang yang tertentu pula. (Lihat Lisân al-‘Arab, jilid 2, h. 35 dan Fathul Qarib, h 158)
Berdasarkan kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâzh al-Qur’ân al-Karîm karya Muhammad Fu’âd ‘Abd al-Bâqî, zakat dalam Al Qur’an disebut sebanyak 32 kali, 28 di antaranya selalu diiringi dengan kata sholat. Sedangkan lima ayat lainnya hanya mencantumkan kata zakat saja.
Permulaan perintah zakat
Kalangan sejarawan Islam terkait waktu pensyariatan zakat ada yang mengatakan pada tahun kedua Hijriah yang berarti satu tahun sebelum pensyariatan puasa, ada juga yang berpendapat zakat disyariatkan pada tahun ketiga Hijriyah. Artinya, satu tahun setelah pensyariatan puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah.
Pendapat lain datang dari kalangan para pakar hadits bahwa kewajiban zakat turun pada Syawal tahun kedua Hijriyah yaitu perintah zakat mal.
Sedangkan zakat fitri diwajibkan dua hari sebelum hari raya Idul Fitri setelah diwajibkannya puasa Ramadhan. (Lihat Hasyiyah al-Jamal ala al-Minhaj, h 96)
Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, yang jelas Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam menerima perintah zakat setelah beliau hijrah ke Madinah.
Saat Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam masih di Makkah hingga tahun pertama hijrah, kewajiban yang menyangkut harta kekayaan umat Islam adalah sedekah. Ibadah tersebut belum ditentukan batasannya dan kepada siapa harta itu diberikan.
Dapat dikatakan bahwa zakat saat periode Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam di Makkah, tidak ditentukan besarannya. Akan tetapi diserahkan saja pada keimanan, kemurahan hati, dan rasa tanggung jawab berbagi.
Kemudian setelah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam hijrah ke Madinah, zakat disyariatkan secara terperinci.
Perintah untuk menunaikan zakat banyak terdapat dalam nash Al Qur’an dan hadits. Salah satu dalil yang menyatakan hal tersebut tercantum dalam surat Al Baqarah ayat 110 berikut:
“Dan laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Dan segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Mahamelihat apa yang kamu kerjakan.”
Dalil berkenaan dengan perintah menunaikan zakat bahkan dengan menggunakan kata perintah (fi’il ‘amr) begitu banyak. Sehingga menunjukkan petunjuk dalil yang bersifat qath’i.
Hukum menunaikan zakat adalah wajib bagi setiap Muslim yang telah memenuhi syarat tertentu. Zakat termasuk kategori ibadah yang telah diatur secara rinci dan paten berdasarkan Al Qur’an dan hadits, sekaligus merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang turut membantu perkembangan perekonomian umat. Wallahua’lam. (adm)
Discussion about this post