Avesiar – Opini
Oleh: Syahiduz Zaman, Dosen Teknik Informatika UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Mahasiswa Doktoral Ilmu Administrasi Bisnis di Universitas Brawijaya.
Serangan Siber pada Bank: Pentingnya Minimum Lovable Product dalam Mitigasi Bencana
Dugaan serangan siber yang menimpa Bank Syariah Indonesia (BSI) pada 8 Mei 2023, mengakibatkan gangguan pada sejumlah layanan perbankan yang menghantui nasabah. Situasi ini menyoroti pentingnya mitigasi bencana dan penerapan konsep Minimum Lovable Product (MLP) dalam menjaga kepuasan dan loyalitas pelanggan di tengah krisis.
Mengutip Kompas.com, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengakui adanya serangan siber terhadap sistem PT Bank Syariah Indonesia (BSI).
Serangan itu yang membuat layanan bank syariah berpelat merah tersebut eror. Layanan BSI mulai dari ATM, mobile banking, hingga transaksi di teller kantor cabang mengalami gangguan sejak Senin (8/5/2023) hingga hari ini Rabu (10/5/2023), dan belum sepenuhnya pulih.
“Ada serangan, saya bukan ahlinya, tapi disebutin three point apalah itu, sehingga mereka (BSI) down hampir satu hari kalau tidak salah,” ujarnya saat ditemui di sela-sela KTT ASEAN di Manggarai Barat, Labuan Bajo, Rabu (10/5/2023).
Erick tidak menjelaskan secara rinci terkait serangan apa yang terjadi pada sistem BSI. Ia hanya menekankan, memang ada laporan kepada dirinya terkait layanan BSI yang terganggu akibat serangan siber.
“Laporannya seperti itu. Kemarin saya sudah cek dengan tim kami, memang ada serangan seperti itu,” imbuhnya.
Dalam dunia perbankan, keandalan dan keamanan sistem sangatlah penting, mengingat sektor ini menangani data dan dana nasabah yang sangat sensitif. Fakta bahwa serangan siber dapat menyebabkan gangguan layanan yang luas menunjukkan betapa rentannya infrastruktur perbankan terhadap ancaman serupa.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), terdapat kerugian senilai Rp 246 miliar yang ditimbulkan akibat serangan siber (cyber attack) di perbankan Indonesia selama periode semester I-2020 hingga semester I-2021.
Laporan dari Check Point Software Technologies, serangan siber ke sektor keuangan dan perbankan di Indonesia semakin meningkat. Rata-rata, lembaga-lembaga keuangan di Indonesia, diserang sebanyak 2.730 kali per minggu dalam 6 bulan terakhir, 252 persen lebih banyak dari rata-rata global yang mengalami 1.083 serangan siber. Secara global, sektor Keuangan dan Perbankan menempati urutan ke-6 dalam industri yang paling banyak mengalami serangan siber.
Untuk menghadapi serangan siber yang semakin meningkat ini, perbankan perlu meningkatkan keamanan sistem mereka, serta memastikan kesiapan dalam menghadapi situasi krisis. Salah satu konsep yang penting untuk diterapkan adalah Minimum Lovable Product (MLP), yang bertujuan untuk memastikan bahwa produk dan layanan yang ditawarkan oleh perbankan mampu memuaskan kebutuhan dan keinginan pelanggan dengan cara yang efisien dan efektif.
MLP mencakup empat aspek utama, yaitu:
(1) Functional: kemampuan produk untuk melakukan tugas-tugas yang diinginkan oleh pelanggan secara efektif dan efisien. Produk yang fungsional harus memenuhi kebutuhan dan tujuan utama pelanggan, dan tidak mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas yang diperlukan.
(2) Reliable: keandalan produk dalam menjalankan tugas-tugasnya dengan konsisten. Produk yang andal harus dapat diandalkan dan dapat berfungsi dengan baik pada saat dibutuhkan.
(3) Usable: kemampuan produk untuk digunakan dengan mudah dan intuitif. Produk yang mudah digunakan akan memungkinkan pengguna untuk mengakses fitur dan fungsi produk dengan mudah dan nyaman.
(4) Delightful: kemampuan produk untuk memberikan pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan bagi penggunanya. Produk yang menyenangkan dapat memberikan kepuasan dan kesenangan bagi pengguna, meningkatkan loyalitas pelanggan dan memperkuat merek.
Dalam konteks dugaan serangan siber pada BSI, penerapan MLP dapat membantu perbankan dalam memulihkan kepercayaan dan loyalitas pelanggan dengan memastikan bahwa layanan mereka tetap fungsional, andal, mudah digunakan, dan menyenangkan meskipun menghadapi gangguan.
Sebagai contoh, ketika layanan perbankan terganggu, bank harus segera memberikan informasi yang jelas dan transparan kepada nasabah mengenai penyebab gangguan, perkiraan waktu pemulihan, serta langkah-langkah yang sedang diambil untuk mengatasi masalah tersebut. Dengan melakukan hal ini, bank akan menunjukkan komitmen mereka untuk menjaga kepentingan pelanggan dan membantu meminimalisir dampak negatif yang mungkin timbul akibat gangguan layanan.
Penelitian Agustin Hermawati (2022) yang dimuat di Jurnal Manajemen dan Pemasaran Digital (Vol.1, No. 1) menyatakan bahwa ada tiga hal yang mempengaruhi Loyalitas Nasabah, yaitu 1) Penanganan Keluhan 2) Komunikasi Pemasaran 3) Kepercayaan. Dalam penelitian lain yang dilakukan Annas Thohir Syamsudin dan Wirawan Fadly (2021) yang dimuat di Journal of Islamic Banking and Finance (Vol.1, No.1), menyatakan bahwa selain faktor komunikasi dan kepercayaan nasabah terdapat juga faktor responsif penanganan keluhan yang sangat berperan dalam menjaga loyalitas nasabah.
Dua penelitian ini memperkuat penelitian yang dilakukan Monica Cindy Cassandra (2014) yang dimuat dalam Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya (Vol.3 No.1) yang menyatakan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara Trust, Commitment, Communication, dan Conflict Handling terhadap Customer Loyalty.
Lebih lanjut, menurut OJK, dalam menghadapi serangan siber, perbankan perlu lebih fokus pada mitigasi bencana, termasuk melibatkan pelanggan dalam proses pemulihan. Selain meningkatkan keamanan sistem, bank juga harus menyediakan saluran komunikasi yang baik dengan pelanggan untuk menjaga kepercayaan dan loyalitas mereka, hal ini diungkapkan dalam Consultative Paper tentang Manajemen Risiko Keamanan Siber Bank Umum yang diterbitkan Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan tahun 2021.
Menurut penulis, berbagai penelitian di bidang perbankan menemukan bahwa perbankan yang berhasil mengimplementasikan strategi mitigasi bencana dan MLP memiliki tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi, serta tingkat retensi pelanggan yang lebih baik dibandingkan dengan pesaing mereka. Penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa bank yang berhasil menjaga kepuasan pelanggan di tengah krisis memiliki peluang lebih baik untuk mempertahankan posisi mereka di pasar dan mengurangi risiko kehilangan nasabah ke kompetitor.
Pada kasus seperti BSI ini, jika perbankan mengambil langkah cepat untuk mengatasi gangguan layanan dan berkomunikasi dengan nasabah menunjukkan kesadaran akan pentingnya MLP dalam menjaga kepercayaan pelanggan. Namun, perbankan sebaiknya tidak hanya berfokus pada pemulihan layanan, melainkan juga meningkatkan keamanan sistem mereka untuk mencegah serangan serupa di masa depan.
Perbankan harus secara proaktif berinvestasi dalam teknologi keamanan siber yang canggih, serta melatih karyawan mereka dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks. Selain itu, perbankan harus secara berkala menguji keandalan sistem mereka melalui latihan simulasi serangan siber, untuk memastikan kesiapan mereka dalam menghadapi situasi krisis.
Dalam jangka panjang, perbankan juga perlu bekerja sama dengan pemerintah, industri, dan lembaga internasional untuk mengembangkan strategi dan kebijakan yang efektif dalam melawan serangan siber. Kerjasama ini akan membantu perbankan dalam membagi pengetahuan dan sumber daya yang diperlukan untuk menghadapi ancaman siber yang semakin meningkat.
Kesimpulan
Dugaan serangan siber pada Bank Syariah Indonesia menegaskan betapa pentingnya mitigasi bencana dan penerapan konsep Minimum Lovable Product (MLP) dalam menjaga kepuasan dan loyalitas pelanggan. Perbankan harus berinvestasi dalam keamanan sistem, pelatihan karyawan, dan strategi komunikasi yang efektif untuk menghadapi ancaman siber dan menjaga kepercayaan pelanggan. Dengan demikian, perbankan akan dapat meminimalkan dampak negatif dari serangan siber dan memastikan keberlanjutan bisnis mereka di masa depan. (*)
Discussion about this post