Avesiar – Jakarta
Saat-saat penting dan mendesak adalah bagian normal dari riak kehidupan seorang individu maupun keluarga. Kebutuhan tertentu sering harus diprioritaskan untuk segera dipenuhi seperti biaya sekolah anak, biaya berobat, membantu keluarga saat darurat, kebutuhan rumah tangga, dan lain sebagainya.
Kebutuhan dana di saat mendesak untuk kebutuhan penting akan membuat orang berpikir untuk bisa memenuhinya dengan cara yang bijak. Salah satu cara yang lazim yaitu menggadaikan barang-barang tertentu kepada pihak yang bisa mengakomodasi keperluan tersebut.
Di Indonesia, menggadai barang berharga atau emas yang secara umum dimiliki dalam keluarga, terutama dalam bentuk perhiasan, adalah cara yang sering ditemui. Meskipun demikian, terdapat barang-barang lain yang bisa digadaikan seperti elektonik, surat berharga seperti sertifikat tanah dan bangunan, hingga kendaraan bermotor.
Usaha jasa menerima barang gadai atau pergadaian, banyak ditemui di Indonesia. Mulai dari yang kecil hingga menengah berbentuk atau badan hukum koperasi, hingga perseroan terbatas (PT). Mulai dari yang menganut sistem konvensional, hingga yang syariah. Ada yang dikelola oleh swasta dan juga oleh pemerintah. Semua memiliki peminat masing-masing.
Keamanan dan kenyamanan serta kemudahan tentu menjadi acuan dari diminatinya masyarakat untuk menggadaikan barang-barang berharga yang dimiliki. Khusus untuk usaha jasa pergadaian yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia untuk umat Islam atau Muslim, melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN), masyarakat sangat mengenal Pegadaian Syariah yang tersebar di lingkungan terdekat.
Prinsip syariah yang digunakan oleh Pegadaian Syariah, sesuai dengan peraturan pemerintah dan mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). DSN-UI sendiri adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang salah satu tugasnya menetapkan fatwa atas sistem, kegiatan, produk, dan jasa lembaga keuangan syariah.
Berkaitan dengan dasar prinsip syariah, fatwa DSN-MUI berkaitan dengan gadai syariah yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian (POJK 31/2016) menegaskan bahwa pelaksanaan kegiatan usaha pergadaian berdasarkan prinsip syariah wajib menggunakan akad yang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum Islam berdasarkan fatwa dan/atau pernyataan kesesuaian syariah dari DSN-MUI.
Fatwa DSN-MUI mengenai pelaksanaan gadai syariah yang digunakan oleh Pegadaian Syariah tersebut yaitu, Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas.
Di sisi lain, mengenai Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Dengan mengacu pada peraturan dan fatwa DSN-MUI tersebut, Pegadaian Syariah yang menjadi salah satu badan usaha milik pemerintah Indonesia diharapkan dapat menjalankan prinsip-prinsip syariah yang menenangkan serta menciptakan rasa aman dan nyaman bagi masyarakat. Dengan kondisi tersebut, masyarakat juga akan lebih terjamin dalam melakukan transaksi gadai yang dibutuhkan sekaligus menggapai keberkahan transaksi sesuai ajaran Islam.
Rasa tenang dan nyaman dalam bertransaksi di Pegadaian Syariah disampaikan oleh para nasabah saat di temui di gerai Pegadaian Syariah Puri Anggrek, Sawangan, Depok, Jawa Barat, Sabtu (30/12/2023). Prabowo, seorang pensiunan berusia 63 tahun, mengakui telah menjadi nasabah sejak 7 tahun silam.
“Pertama, saya ke Pegadaian Syariah karena dekat rumah saya. Yang ke-2, prosesnya cepat. Itu saja. Saya merasa biaya administrasinya wajar-wajar saja. Saya menggadaikan emas untuk kebutuhan yang sifatnya mendesak,” ujarnya kepada Avesiar.com.
Lain hanya dengan Anggara Kusuma. Pria berusia 30 tahunan dan bekerja sebagai karyawan swasta mengatakan bahwa ia melakukan semua transaksi perbankan dan keuangan menggunakan syariah. “Saya usahakan syariah. Kalau khusus gadai di BUMN kan ada Pegadaian Syariah. Jadi sebenarnya sebagai Muslim kan saya lebih nyaman ya. Ya jadi itu lebih nyaman dan adalah yang mewakili umat Islam,” bebernya.
Dibandingkan dengan konven, lanjut Anggara, ia tentu lebih ke syariahnya. Pria itu mencari yang lebih murah biaya administrasinya dan masuk akal. Menurutnya, semua informasi dan pemberitahuan ke nasabah juga baik.
“Aman juga karena punya pemerintah. Saya menggunakan jasa Pegadaian Syariah mungkin sejak 2014 ya. Biasanya untuk kebutuhan mendesak. Sekeluarga saya sama dengan saya, menggunakan Pegadaian Syariah,” kata dia kepada Avesiar.com, di Pegadaian Syariah Puri Anggrek, Sawangan, Depok, Jawa Barat, Sabtu (30/12/2023).
Pegadaian Syariah sendiri pertama kali berdiri pada Januari 2003 di Jakarta dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah Cabang Dewi Sartika. Kini, tempat rujukan umat Islam untuk menggadaikan barang berharga dan emas yang juga menjual emas itu telah berusia 21 tahun dan dapat dijumpai di banyak tempat di lingkungan masyarakat. (Ave Rosa A. Djalil)
Discussion about this post