Avesiar – Jakarta
Memilih pemimpin yang baik telah diajarkan dalam Islam baik melalui firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam Al Qur’an, sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dalam hadits, serta ijtihad dan fatwa-fatwa para ulama yang kembali mengacu pada Al Qur’an dan hadits.
Hal ini karena memilih pemimpin bukan perkara sederhana yang erat kaitannya dengan kemaslahatan umat dalam berbangsa dan bernegara di negara serta di belahan bumi mana pun. Sehingga terdapat acuan-acuan atau pedoman-pedoman dalam memilih pemimpin yang harus diterapkan oleh umat Islam.
Dikutip dari berbagai sumber, baik dari Al Qur’an dan hadist, Ijtima ulama, serta beberapa pendapat, berikut adalah hal-hal, kriteria, ciri-ciri, syarat, dalam memilih pemimpin:
Hadits Shahih Muslim No. 3447 – Kitab Kepemimpinan
Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim Al Handlali telah mengabarkan kepada kami Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami Al Auza’i dari Yazid bin Yazid bin Jabir dari Ruzaiq bin Hayyan dari Muslim bin Qaradlah dari ‘Auf bin Malik dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda:
“Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo’akan kalian dan kalian mendo’akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka.” Beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, tidakkah kita memerangi mereka?” maka beliau bersabda: “Tidak, selagi mereka mendirikan shalat bersama kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang tidak baik maka bencilah tindakannya, dan janganlah kalian melepas dari ketaatan kepada mereka.”
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an, Surat Al-Ma’idah Ayat 55:
Innamā waliyyukumullāhu wa rasụluhụ wallażīna āmanullażīna yuqīmụnaṣ-ṣalāta wa yu`tụnaz-zakāta wa hum rāki’ụn
Artinya: Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
Sedangkan pedoman memilih pemimpin dalam Islam yang berasal dari Syaikh Muhammad Mubarak, dalam kitab “Nizam al-Islam”, ia memberi penjelasan tentang sejumlah kriteria yang wajib dimiliki seseorang untuk bisa menjadi pemimpin. Syarat pokok itu terdiri dari empat poin, yakni:
1. Memiliki Akidah yang Lurus
Islam mewajibkan pemimpinnya untuk memiliki akidah yang lurus. Artinya, ia teguh memegang ajaran dan prinsip-prinsip Islam. Ciri seseorang yang memiliki akidah lurus dalam Islam adalah ia memiliki keyakinan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala, para Rasul, kitab suci, malaikat, hari kiamat dan takdir. Serta, ia memegang komitmen untuk menjauhi bid’ah juga syirik.
2. Memiliki Wawasan yang Luas
Sebagai seorang yang akan mengatur segala aspek kehidupan masyarakat, seorang pemimpin wajib memiliki wawasan yang luas. Ia perlu memiliki pengetahuan tentang berbagai bidang, konsep, dan peristiwa yang relevan dalam konteks sosial, budaya, politik, ekonomi, dan ilmiah.
3. Berdedikasi Mengabdi pada Masyarakat
Syarat pokok ketiga yang wajib dimiliki seorang pemimpin adalah berdedikasi mengabdi kepada masyarakat. Apabila ia telah memiliki komitmen ini, maka ia akan secara aktif berkontribusi dan melayani kepentingan serta kesejahteraan masyarakat luas. Tanpa sedikit pun melihat peluang untuk keuntungan pribadi. Secara otomatis, ia akan memiliki integritas dan konsisten dalam menjalankan tugas serta tanggung jawabnya sebagai pelayan masyarakat dan juga menjunjung tinggi nilai-nilai moral serta etika dalam setiap tindakan dan keputusan.
4. Berkomitmen Kuat Terhadap Ajaran Islam
Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah menurunkan ajaran Islam yang mengatur segala hal secara holistis. Untuk itu, seorang pemimpin wajib memiliki komitmen yang kuat terhadap ajaran Islam. Kita sebagai pemilih pun wajib memilih pemimpin yang memegang prinsip-prinsip, ajaran, dan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari. Sebab, hal itu mencerminkan kesediaan seorang pemimpin untuk hidup sesuai dengan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan. Termasuk ibadah, moralitas, etika, dan hubungan sosial.
Secara khusus, dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, pemimpin yang curang disinggung oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak Allah masukkan ke dalam surga. Dalam hadis riwayat Imam al-Bukhari:
“Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, kecuali Allah mengharamkannya masuk surga.” (Hadist riwayat Imam al-Bukhari)
Dalam sumber lain, Prof. Dr. Machasin, M.A, selaku Ketua Majelis Ulama Indonesia DIY dalam Mimbar Subuh Masjid Kampus UGM, Kamis (23/3/2023), menyampaikan topik “Bagaimana Al-Qur’an Memandu Kita Dalam Memilih Pemimpin?”
Dalam ceramahnya, ia mengatakan bahwa kriteria yang baik bagi seorang pemimpin sudah dijelaskan dalam Al Qur’an. Kriteria tersebut, menurutnya, ada pada dua ayat terakhir surah At-Taubah.
Pertama, min anfusihim, yaitu dari “kaum kalian sendiri”. “Pemimpin suatu kaum hendaklah berasal dari kaum itu sendiri, karena nantinya ia akan memimpin umatnya sesuai dengan kondisi yang ada,” katanya.
Kedua, ‘azizun ‘alaihi, pemimpin mempunyai kekuasaan dan visi misi yang jelas untuk mencapai kemaslahatan umat.
Ketiga, harisun ‘alaikum, pemimpin yang mampu membuat bahagia dan mengusahakan yang terbaik sehingga umatnya dapat terlepas dari beban.
Keempat, ra’ufur rahim, pemimpin yang penuh kasih sayang dan sangat mengasihi umatnya. “Pemimpin hendaknya menyadari bahwa dirinya memikul tanggung jawab atas umatnya. Pemimpin seharusnya dapat membawa tanggung jawabnya untuk ke arah yang benar,” lanjutnya.
Sedangkan Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Agung Danarto pada Jum’at malam (26/1/2024), di Pengajian Umum PP, menyebutkan sesuai Munas Tarjih 2023, terdapat tujuh kriteria pemimpin yang perlu dipilih warga persyarikatan.
Kriteria pemimpin yang pertama adalah yang memiliki integritas atau dalam bahasa agama disebut dengan sidiq. Agung menjelaskan, integritas adalah orang yang satu kata antara lisan dan perbuatan, konsisten tidak mencla-mencle.
Kedua, pemimpin harus memiliki kapabilitas atau kemampuan untuk memimpin Indonesia atau amanah dalam bahasa agama. Pemimpin tidak boleh hanya memiliki kemauan, tanpa dibarengi dengan kemampuan.
Ketiga, pemimpin yang populous atau pemimpin yang memiliki jiwa kerakyatan dan mengutamakan kepentingan rakyat. Seorang pemimpin harus mengedepankan kesejahteraan, kemakmuran, dan kemajuan rakyat. Ini disebut juga sebagai tablig.
Keempat, pemimpin itu harus visioner. Kriteria ini mengharuskan pemimpin memiliki visi yang strategis untuk membawa kemajuan bangsa. Kecerdasan ini yang dalam diri nabi disebut sebagai fatanah.
“Kelima berjiwa negarawan, dia harus menomorsatukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, di atas kepentingan golongan, di atas kepentingan suku, agama, dan sebagainya,” sambung Agung.
Keenam, pemimpin harus mampu menjalin hubungan internasional. Sebab di era sekarang, dunia sudah menjadi kampung global sehingga interaksi antar bangsa-negara menjadi keharusan – Indonesia tidak boleh terpencil dari dunia.
Kriteria pemimpin terakhir atau ketujuh, menurut Muhammadiyah adalah berjiwa reformis. Pemimpin dalam pandangan Muhammadiyah itu memiliki jiwa yang senantiasa untuk melakukan pembaruan-pembaruan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Di sini lain, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Niam Sholeh yang juga Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menuturkan, syarat ideal dari pemimpin adalah beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), serta mempunyai kemampuan (fathanah).
Dikatakannya, sebagaimana telah ditetapkan melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia Tahun 2009. Keputusan tersebut secara lengkap sebagaimana berikut:
1. Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.
2. Memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah (kepemimpinan) dan imarah (pemerintahan) dalam kehidupan bersama
3. Imamah dan imarah dalam Islam menghajatkan syarat-syarat sesuai dengan ketentuan agama agar terwujud kemaslahatan dalam masyarakat
4. Memilih pemimpin yang beriman dan bertakwa, jujur (shiddiq), terpercaya (amanah), aktif dan aspiratif (tabligh), mempunyai kemampuan (fathanah), dan memperjuangkan kepentingan umat Islam hukumnya adalah wajib
5. Memilih pemimpin yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam butir 4 (empat) atau tidak memilih sama sekali padahal ada calon yang memenuhi syarat hukumnya adalah haram.
(put/dari berbagai sumber)
Discussion about this post