KAMU KUAT – Jakarta
Berat badan terus bertambah, aktivitas kurang, makanan terus datang, dan akhirnya pakaian jadi sempit alias obesitas. Di usia remaja tentu hal ini lama-kelamaan bikin nggak pede dong. Sampai akhirnya memutuskan untuk memulai diet. Bukan cuma untuk penampilan, tapi juga demi kesehatan.
Memang sih, prosesnya nggak selalu mulus. Sering banyak rintangan yang bikin kita mau menyerah. Tapi percaya deh, semua usaha yang kamu lakukan pasti ada hasilnya, meskipun nggak instan. Beberapa remaja berikut berhasil melawan obesitas yang menerpa mereka dengan mengubah kebiasaan buruk jadi lebih sehat dan akhirnya merasa lebih bahagia serta percaya diri.
Yuk, ikuti perjalanan diet para remaja yang penuh tantangan tapi seru ini!
Adam Cexio Hiber, mahasiswa semester 5, Universitas Pamulang
Perjalanan Transformasi Dari 110 kg Menjadi 70 kg, inspirasi dari Adam Cexio yang berbagi cerita tentang perjalanan hidup dari seorang mantan obesitas dengan berat badan 110 kg hingga berhasil turun menjadi 70 kg.
Perjalanan ini tidak hanya mengubah tubuhnya, tetapi juga membawa banyak pelajaran tentang pola hidup sehat dan semangat untuk berubah.
“Saat saya kelas 2 SMA, berat badan saya mencapai 110 kg. Pada masa itu, saya sangat menikmati makanan tanpa memikirkan dampaknya bagi tubuh. Kebiasaan makan saya bisa dibilang berlebihan. Di rumah, saya sering makan mi instan double dan makanan cepat saji. Di sekolah, nasi uduk dicampur mi instan dan gorengan menjadi menu favorit saya,” ungkapnya.
Ketika pandemi Covid-19 datang, pola makan Adam semakin tidak terkendali. Aktivitas fisik berkurang drastis karena harus di rumah saja. Awalnya semua terasa nikmat, tetapi lama-kelamaan Adam mulai merasa tidak nyaman. Tubuhnya terasa berat, metabolisme menurun, dan saya sering merasa mudah lelah.
“Saya mulai tersadar ketika mengenang kedua orang tua saya. Ayah dan almarhumah ibu saya memiliki riwayat penyakit jantung dan diabetes. Saya tidak ingin mengalami hal yang sama. Keinginan untuk hidup lebih sehat muncul dari dalam diri saya, dan di situlah perjalanan ini dimulai,” ujar Adam yang sekarang rajin berolahraga.
Ia memulai perubahan dengan olahraga ringan. Jalan kaki dan aerobik yang ditonton melalui kanal YouTube menjadi aktivitas hariannya. Dukungan temannya bernama Fatir, sangat membantu. Ia sering mengajak Adam jogging dan selalu menyemangati agar tetap konsisten.
“Untuk pola makan, saya tidak langsung mengurangi semuanya secara drastis. Saya memulai dengan mengurangi porsi sedikit demi sedikit. Setelah belajar dari berbagai sumber, saya mencoba metode diet intermittent fasting yang saya pelajari dari YouTube Ade Rai,” terang adam penuh semangat.
Metode intermittent fasting ini mengatur waktu makan sehingga tubuh punya waktu untuk membakar lemak. Selain itu, Adam mulai mengenal pentingnya olahraga angkat beban yang tidak hanya membantu menurunkan berat badan, tetapi juga meningkatkan massa otot.
“Saya memutuskan untuk mencoba gym dan mulai latihan beban. Latihan ini saya kombinasikan dengan diet intermittent fasting dan olahraga kardio seperti jogging. Dengan konsistensi, saya mulai merasakan perubahan. Berat badan saya perlahan turun, tubuh saya terasa lebih ringan, dan energi saya meningkat,” ucapnya lega.
Tidak hanya tubuh yang berubah, tetapi juga cara pandang Adam terhadap hidup sehat. Kini ia merasa lebih bugar, jarang sakit, dan lebih bahagia dengan pencapaian ini.
“Jika kamu sedang berjuang melawan obesitas atau ingin memulai hidup sehat, ingatlah bahwa perubahan membutuhkan waktu. Mulailah dari hal kecil seperti mengurangi porsi makan atau olahraga ringan. Carilah dukungan dari keluarga atau teman. Konsistensi adalah kunci, dan jangan ragu untuk terus belajar,” ujarnya.
Debby Noverita Ragandhi, siswi kelas XII MIPA, SMA BOASH Bogor
Debby bercerita tentang pengalaman diet yang dimulai saat pandemi Covid-19. “Jujur, waktu itu berat badanku naik drastis banget karena nggak banyak aktivitas. Semua kegiatan cuma di rumah, makan, tidur, dan kelas online. Bahkan, pakaian yang biasanya muat, tiba-tiba jadi sempit. Itu momen di mana aku sadar, aku harus berubah,” ungkapnya.
Motivasi Debby untuk diet awalnya karena ada yang komentar soal perubahan berat badannya. Debby mulai diejek. Rasanya? Ya, sakit hati yang dirasakan. Tapi justru itu membuatnya makin semangat dan memotivasi untuk berubah. Selain itu, demi mengubah bentuk badan yang obesitas, Debby pun mencoba hidup lebih sehat di saat pandemi.
“Aku nggak pakai metode diet khusus, karena aku bukan tipe yang ngikutin satu cara aja. Aku coba belajar dari banyak influencer dan eksperimen mana yang cocok buat aku. Intinya, aku fokus mengatur pola makan dan mulai aktif bergerak,” bebernya.
Orang yang sangat membantu waktu itu adalah Ibunya. Sang Mama selalu masak menu sehat dan tidak pernah memaksa Debby makan jika masakannya tidak cocok sama dietnya. Bahkan, lanjutnya, Mama sering lebihin belanja sayur dan buah supaya ia tidak perlu repot.
Sedangkan Ayah debby, awalnya agak kurang mendukung. Beliau malah senang waktu berat badannya naik, “Katanya aku jadi lebih “berisi.” Tapi lama-lama, ayah akhirnya ngerti dan mulai mendukung juga,” ucapnya.
Debby juga mulai olahraga. Awalnya olahraga di rumah, kayak yoga, zumba, aerobik, atau belly dance.
“Seru banget karena bikin aku nggak bosan. Waktu situasi pandemi mulai membaik, aku ikut gym dan gabung di kelas-kelas olahraga. Kakakku juga selalu support aku. Dia sering nemenin olahraga, baik di rumah maupun di luar. Bahkan, dia juga ikut mengatur pola makannya jadi lebih sehat biar kita sama-sama hidup sehat,” kata Debby.
Ia juga mengakui sempat gabung di komunitas dance cover Korea. Aktivitas itu membuatnya makin banyak gerak, sekaligus jadi hobi baru yang bikin happy.
“Dietku nggak instan, tapi perlahan berat badanku turun dan tubuhku jadi lebih sehat. Aku merasa lebih fit, lebih percaya diri, dan yang paling penting, aku belajar mencintai tubuhku sendiri,” cetusnya.
Brilliant Je Hirzani, siswa kelas 10, SMA Taruna Nusantara
Waktu awal-awal Hirzan ingin hidup lebih sehat, olahraga yang paling sering dilakukan adalah badminton.
“Biasanya main seminggu 2-3 kali. Dari situ, berat badanku mulai turun perlahan. Rutinitas ini dijalani sampai kelas 8. Tapi setelah kelas 8, Hirzan mulai jarang main badminton. Mungkin karena rasa malas yang tiba-tiba datang. Meski begitu, nggak sepenuhnya berhenti olahraga. Aku tetap aktif dengan melakukan olahraga lain di rumah, seperti lari-lari kecil dan angkat barbell,” ujarnya.
Selain olahraga, ia juga mencoba menerapkan intermittent fasting. Metode ini cukup simple, karena ia cukup hanya makan dari jam 10 pagi sampai jam 5 sore. Di luar jam itu, ia tidak makan apa-apa, hanya minum air putih.
Hirzan mengakui makan apa saja selama jam makan yaitu jam 10 pagi sampai jam 5 sore. Namun, ia punya beberapa aturan sederhana yang selalu ia patuhi antara lain:
• Hindari Minuman Manis
Hirzan selalu memilih air putih dibandingkan minuman manis. Kalau pun minum manis, itu jarang sekali.
• Kurangi Porsi Makan
Ia tidak berhenti makan nasi, namun mengurangi porsinya sedikit demi sedikit.
• Tahan Lapar
Di luar jam makan, Hirzan harus tahan lapar. Rasanya memang nggak mudah, tapi lama-lama ia juga belajar kalau olahraga seperti jalan kaki lebih efektif membakar lemak dibandingkan lari. Kalau lari, lanjutnya, yang terbakar bukan cuma lemak, tapi juga otot.
“Jadi, aku lebih sering jalan kaki santai untuk menjaga tubuh tetap aktif tanpa mengurangi massa otot. Dengan cara ini, aku berhasil menurunkan berat badan sekitar 5 kg. Perubahannya memang nggak instan, tapi aku merasa tubuhku jadi lebih sehat dan bugar,” ujarnya.
Wow, perjalanan diet mereka memang nggak mudah. Namun, pengalaman mereka memberi pesan bahwa konsistensi dan dukungan dari orang-orang terdekat bisa bikin semuanya terasa lebih ringan. Buat kamu yang udah mulai terpapar obesitas, kapan mau mulai perjalanan dietmu? Semangat ya, karena kamu pasti bisa! (Resty)
Discussion about this post