KAMU KUAT – Jakarta
Taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala adalah dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi semua Larangan-Nya. Hal ini tentu menjadi kesepakatan umat Islam, bahwa ketaatan adalah sesuatu yang tidak bisa ditawarkan.
Di usia muda seperti para remaja, yang sudah memasuki masa aqil baligh, hukum syariat agama sudah mulai berlaku. Hal ini karena remaja yang memasuki fase tersebut akan mendapatkan pahala jika mematuhi syariat agama dan menanggung dosa jika melanggar larangan syariat agama.
Hal ini tentunya juga kembali kepada pola pendidikan agama di dalam keluarga dan bagaimana remaja memahami sebab dan akibat dari perbuatannya masing-masing yang tentunya berkaitan dengan syariat agama.
Tim kanal remaja dan anak muda KAMU KUAT! avesiardotcom mencoba menanyakan kepada beberapa remaja dan anak muda tentang pemahaman dan perbuatan mereka tentang hal tersebut dan berikut adalah pandangan mereka.
Sapta Savezhar, siswa kelas 2, SMAN 7 Banda Aceh
Setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan, mulai dari dosa kecil hingga dosa besar. Hal ini diakui oleh Sapta, seorang remaja yang tinggal di Banda Aceh dan pernah menimba ilmu di pesantren. Meski sempat merasakan masa-masa penuh godaan, seperti kebohongan, kemalasan, hingga ketertarikan pada lawan jenis, Sapta selalu berusaha mengambil pelajaran dari setiap kesalahan untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Pengalaman selama di pesantren membuat Sapta sering bertanya kepada ustaz tentang dosa dan tobat. Salah satu momen yang paling membekas adalah ketika Sapta bertanya, “Ustaz, kalau kita berbuat dosa, lalu tobat, tapi kemudian mengulangi dosa lagi dan tobat lagi, apakah tobat kita akan diterima?”
Sang ustaz menjawab dengan penuh keyakinan, “Pasti diterima. Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan selalu membukakan pintu tobat bagi hamba-Nya yang ingin bertobat dan menjadi lebih baik.”
Namun, rasa penasaran Sapta tidak berhenti di situ. Ia kembali bertanya, “Tapi, apakah Allah masih sayang sama kita yang seperti itu?”
Jawaban ustaz kembali menenangkan, “Pasti. Rasa sayang Allah kepada hamba-Nya itu tidak terkira.” Untuk memperjelas, sang ustaz memberikan bukti nyata, “Lihatlah orang-orang yang sering berjudi, mabuk, atau melakukan dosa lainnya. Esok hari, mereka masih diberikan kesempatan untuk hidup, bernafas, makan, dan minum. Itu adalah bukti kasih sayang Allah. Allah memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat, bukan hanya sekali, tetapi beribu-ribu kali.”
Sapta pun melanjutkan pertanyaan terakhirnya, “Tapi, ustaz, Allah kan sudah tahu kalau orang itu akan tetap berbuat dosa. Apakah tetap dimaafkan?”
Sang ustaz menjawab dengan lembut, “Sapta, jangan samakan standar manusia dengan Allah. Allah itu Maha Pengasih (Ar-Rahmaan) dan Maha Penyayang (Ar-Rahiim).”
Dari perbincangan tersebut, Sapta menyadari bahwa Allah tidak pernah lelah memberikan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya, bahkan kepada mereka yang sering kali melupakan-Nya. Setiap nafas yang dihembuskan adalah bukti nyata bahwa Allah masih memberikan kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri.
Sapta menyadari bahwa manusia tidak pernah lepas dari dosa. Namun, ia percaya bahwa setiap kesalahan adalah pelajaran, dan setiap tobat adalah kesempatan untuk mendekatkan diri kepada Allah. “Walaupun sudah dinasihati, adakalanya kita tetap melakukan dosa. Tapi, pelajaran itu tetap ada,” kata Sapta dengan tulus.
Firdan, kelas XII MIPA, SMAN 2 Depok
Firdan membagikan kisahnya yang mungkin banyak dialami remaja lainnya. Ia mengaku pernah terjebak dalam kebiasaan buruk seperti meninggalkan shalat, berbohong, dan terlalu asyik dengan hal-hal yang tidak bermanfaat seperti bermain game atau menghabiskan waktu di warnet. Namun, ia menyadari bahwa kebiasaan tersebut tidak baik, terutama dari sudut pandang agama.
“Dulu, saya sering lupa waktu dan akhirnya lupa shalat. Bohong juga pernah, apalagi kalau soal izin main seperti ke rental PS atau warnet. Tapi saya tahu kalau perbuatan itu dosa, dan saya nggak ingin terus-terusan melakukannya,” ungkapnya.
Meski menyadari bahwa perbuatan itu salah, ia merasa sulit untuk langsung berubah. Seiring waktu, ia mulai merasa perlu meninggalkan kebiasaan buruk tersebut. Salah satu faktor yang mendorong perubahan itu adalah komunikasi yang lebih baik dengan ibunya. “Sekarang saya lebih terbuka sama ibu. Kalau mau main, saya bilang mau ke mana. Nggak ada lagi alasan untuk bohong,” katanya.
Selain itu, dukungan dari teman-teman juga menjadi salah satu motivasi baginya untuk memperbaiki diri. Ia mengaku sudah jarang meninggalkan shalat, meskipun kadang masih ada yang terlewat. “Alhamdulillah, sekarang sudah lebih baik. Teman-teman saya juga sering mengingatkan untuk shalat,” ujarnya.
Ia berharap bisa menjadi pribadi yang lebih baik, meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh agama, dan berbuat kebaikan untuk orang-orang di sekitarnya.
“Yang saya harapkan untuk diri sendiri adalah bisa jadi orang yang lebih baik dan nggak melakukan hal-hal yang dilarang agama. Saya juga ingin bisa berbuat baik kepada orang-orang di sekitar saya,” tutupnya dengan penuh harapan.
Hendra Hendriawan, mahasiswa semester 2, Universitas Terbuka
“Kalau soal berbohong atau telat shalat, ya bukan sering sih, tapi kadang ada aja,” ujarnya jujur. Ia menambahkan bahwa manusia memang tidak luput dari kesalahan. “Namanya juga manusia, ya gitulah,” katanya sambil tersenyum.
Ketika ditanya tentang alasan berbohong, ia mengaku bahwa hal itu biasanya terjadi saat terdesak. “Kalau bohong biasanya kalau terdesak, misalnya kalau jujur bakal bikin orang lain tersinggung atau malah dimarahi. Jadi ya, terpaksa bohong,” ungkapnya yang mengakui bahwa hal tersebut tidak baik.
Namun, ia juga menekankan bahwa ia selalu berusaha membatasi diri dari hal-hal yang bisa membawa dampak buruk, baik dalam pergaulan maupun tindakan sehari-hari. “Saya selalu membatasi diri dari dulu, baik dalam pergaulan atau tindakan. Soalnya, saya selalu memikirkan ke depannya, baik atau buruknya,” jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya ketaatan dalam beragama. Menurutnya, taat beragama adalah kewajiban yang harus dibiasakan sejak dini. “Apalagi untuk taat beragama, itu merupakan kewajiban dan harus dibiasakan,” tambahnya dengan mantap.
Namun, ia selalu berusaha menjaga batasan diri dalam pergaulan dan tindakan. Prinsip ini dipegang teguh karena ia sadar setiap tindakan akan membawa konsekuensi di masa depan. “Saya selalu membatasi diri dari dulu, baik dalam pergaulan atau tindakan. Soalnya, saya selalu memikirkan ke depannya, baik atau buruknya,” tambahnya.
Baginya, ketaatan beragama adalah sesuatu yang wajib dan harus dibiasakan. “Apalagi untuk taat beragama, itu merupakan kewajiban dan harus dibiasakan,” ujarnya. Ia percaya bahwa ketaatan dan kebaikan selalu membawa hasil yang positif. “Hal yang memotivasi adalah jika kita selalu taat dan berbuat baik, pasti akan ada rezeki dan keberuntungan yang tidak terkira, baik dalam bentuk materi maupun kesehatan,” katanya penuh keyakinan.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa ketaatan kepada Allah akan membawa kebaikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk soal jodoh. “Untuk jodoh juga, Allah akan menjodohkan diri kita sesuai cerminan diri sendiri,” tutupnya.
Nah, Guys, bagaimana dengan kamu? Kamu pasti kuat dong untuk bisa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya. Meskipun saat ini kamu sedang berusaha, yakinkan dirimu bahwa tidak ada usaha yang sia-sia. So, yakinkan dirimu! (Resty)
Discussion about this post